Sabtu, 18 Juni 2011

DISTRO DEBIAN

Category : News

--// Introduction

Tulisan ini akan memperkenalkan sebuah distribusi (distro) GNU/Linux yang sedang 'naik daun', yaitu Debian GNU/Linux. Mendiskusikan distro merupakan issue yang sensitif bagi beberapa orang, seperti mendiskusikan agama. Untuk itu, tulisan ini sebaiknya tidak dibaca para 'Distro Fundamentalis' yang fanatik pada distro tertentu. Tujuan utama tulisan ini bukan untuk menganjurkan pemakaian distro ini! Justru jangan gunakan distro Debian GNU/Linux, seperti juga distro lainnya, kecuali betul-betul memahami kekuatan mau pun kelemahannya.


--// News

Penulis telah beberapa kali gonta-ganti distro. Pada awalnya (1992-1994), penulis mencoba-coba SLS (SoftLanding System), yang merupakan pendahulu serta sumber inspirasi dari distro-distro utama yangberedar dewasa ini. Sayang sekali, SLS sendiri sudah tidak beredar.

Selanjutnya penulis menggunakan distro Slackware (1994-1997) untuk kegiatan sehari-hari.

Perlu ditekankan, alasan penggunaan kedua distro di atas, semata-mata karena merupakan satu-satunya distro yang tersedia di lingkungan Universitas Indonesia (UI) pada saat tersebut.

Pada tahun 1997, penulis beralih menggunakan distro RedHat. Sebabnya, karena kebetulan ada kolega dekat 'penggemar ngoprek' yang menggunakan distro RedHat.

Catatan: Inilah tips utama ketika Anda memilih distro: 'Gunakan distro seperti yang dipakai teman Anda!' Jangan memilih distro karena 'katanya' hebat... Anda akan sangat terbantu jika ada rekan untuk berkonsultasi, terutama jika tidak punya waktu untuk memahami GNU/Linux secara mendalam.

Pada tahun 2000, penulis mengamati terjadinya beberapa 'kepulauan' distro GNU/Linux di lingkungan UI. Pada dasarnya, setiap administrator sistem (sisadmin) merasa memiliki hak prerogratif untuk menentukan distro yang akan digunakan. Karena tidak memiliki metoda pemelihara yang seragam, pendekatan seperti ini merupakan mimpi buruk bagi divisi IT sebuah institusi besar. Bagaimanakah cara memecahkan masalah ini?

Apakah kita akan mengkaji dan membandingkan seluruh distro yang ada (jumlahnya ratusan), atau kita membatasi jumlah distro yang akan dijadikan bahan pertimbangan? Memutuskan hal ini tidak mudah: Berapa batasan jumlahnya; Apa yang menjadi bahan pertimbangan pembatasan?

Dari lima besar distro dewasa ini--Debian, Mandrake, Slackware, SuSE, dan RedHat (nama-nama distro tersebut diurut berdasarkan abjad)--distro mana yang akan dipilih; Apakah semua distro itu baik, atau adakah sebuah distro yang lebih baik dari distro lainnya?

Hati-hati, pertanyaan seperti di atas telah berkali-kali menyulut debat panas tanpa penyelesaian yang tuntas. Namun, berdasarkan azas 'penyederhanaan', dapat disimpulkan bahwa beban para sisadmin lebih ringan jika mereka memelihara jenis distro sesedikit mungkin!

Dengan kata lain, jumlah yang dipilih merupakan masalah lebih penting dari pada distro mana yang dipilih. Oleh karena itu, pilihlah satu atau dua dari kelima distro paling populer di atas.

Pilihan distro yang baik untuk sebuah institusi, belum tentu baikuntuk institusi lainnya. Memilih sebuah distro hampir sama denganmemilih jodoh: selain faktor 'babat', 'bebet', 'bobot', ada juga faktor yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat. Lalu mengapa penulis memutuskan untuk memilih Debian GNU/Linux?

Alasan utamanya ialah sistem pemeliharaan paket berbasis program 'APT' yang canggih. Sekali terinstall dengan betul, pemeliharaan sistem (update) dapat ditangani dengan campur tangan sisadmin yang sangat minim. Jadi, sisadmin akan memiliki banyak waktu luang untuk mengerjakan hal lain dari pada mengerjakan rutinitas yang membosankan!

Keunggulan itu akan terasa lebih nyaman jika memelihara puluhan bahkan ratusan sistem sekaligus. Dengan campur tangan sisadmin seminim mungkin, proses pemeliharaan cukup berlangsung beberapa menit!

Keunggulan ini, sebetulnya, juga merupakan titik lemah distro Debian.Prinsip 'sekali install, selanjutnya tinggal update' menyebabkan sistemDebian jarang sekali diinstall ulang. Akibatnya, program 'install' distro Debian kurang berkembang sehingga sangat tidak bersahabat. Ini dapat membuat frustrasi, terutama para pemula yang mencoba menginstall Debian untuk pertama kalinya.

Ada dua hal pokok yang mesti dipahami sebelum memutuskan untuk memilihDebian. Pertama, paket-paket Debian sudah sangat stabil sehingga tidakperlu ada rutinitas kompail ulang. Padahal, pada umumnya para sisadminnon-Debian memiliki kebiasaan dan kepercayaan untuk 'mengerjakan sendiri'kompail ulang sebuah paket. Jika Anda termasuk yang percaya 'bikinansendiri lebih baik', sistem Debian mungkin tidak cocok!

Kedua, sistem pemeliharaan Debian sebaiknya didukung oleh sebuah repositori paket. Ukuran repositori ini cukup besar, yaitu sekitar 40 Gbytes. Daftar repositori Debian lihat kotakakan dilampirkan pada akhir tulisan ini.

Catatan:Repositori Debian GNU/Linux diIndonesia

http://semut.vlsm.org/ (CBN, Jakarta)http://kuya.vlsm.org/ (3WSI, Jakarta)http://kebo.vlsm.org/ (EEPIS-ITS, Surabaya)http://kambing.vlsm.org/ (UI, Depok)

Sebagai penutup perlu dicatat, sebagian besar para sisadmin di lingkungan Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA), secara sukarela, satu-persatu beralih ke distro Debian. Alasannya sangat sederhana: Distro ini lebih mudah dipelihara!

*) Nama-nama tersebut di atas, merupakan merek dagang dari masing-masing pemiliknya

Catatan: Artikel ini dapat Anda baca juga di Koran Tempotanggal 17 September 2003.

--// Thanks To :

Terima kasih kepada ALLAH S.W.T yang telah memberikan hidayah,nikmat,serta anugrahnya.
Terima kasih Kepada keluarga & orang tua atas support nya ^.^
Terima kasih kepada ( Dian Distriosi ) atas support serta inspirasinya.. Love u fuLL bebz..
Terima kasih juga kepada semua teman-teman komunitas IT (baik undergraound maupun uperground) atas informasinya.
Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu..

Sumber : Rahmat M. Samik-Ibrahim (Nomor Induk Pengguna Linux: #15059), Ketua vLSM.org (http://rms46.vlsm.org/)

0 komentar:


:: sYst34mr00t :: © 2008. Free Blogspot Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute